Ia duduk disebelahku. Matanya tertuju pada laptop yang menyala terang. Tiba-tiba ia menemukan suatu hal menarik. Ia menceritakannya padaku. Aku senang mendengarkan ia bercerita dengan semangatnya. Menurutku, ia sangat pintar bila sedang serius bercerita. Aku suka orang pintar. Ia tau segalanya. Aku bisa bertanya apapun padanya dan dengan sedemikian rupa, ia akan menjelaskan semuanya kepadaku. Ia kembali bercerita panjang lebar. Aku menjadi semangat pula mendengarkannya. Aku menganggukkan kepala sambil sesekali mengernyit dan menggelengkan kepala. Ia menoleh kepadaku, bertanya apakah aku mengerti.
Aku terdiam sebentar dan mencoba mencerna perkataannya sebelumnya. Kemudian, aku mengangguk. Ia kembali sibuk dengan laptop yang menyala tersebut dan kembali bercerita
Ia berdiri mondar-mandir. Bercerita tentang masa lalunya. Aku mendengarkan dengan serius. Mencoba menghubungkan setiap benang merah yang ada. Aku kebingungan. Sesekali aku bertanya untuk menegaskan agar aku tidak salah menangkap ceritanya. Ia menjelaskan kembali. Aku mengangguk. Ia kembali bercerita, sambil sesekali menghela napasnya. Aku tau berat baginya menceritakan hal ini. Tapi aku tetap setia mendengarkan ceritanya. Aku menghormatinya. Beragam cerita melompat-lompat dari bibirnya. Ia duduk, kemudian berdiri, kemudian duduk kembali. Aku tau perasaan kesal dan kecewanya. Aku menangkapnya. Aku berempati terhadapnya. Ia terus bercerita. Aku tak bosan mendengarkan
Ia memasukkan sebuah martabak keju ke mulutnya. Kemudian, ia bercerita tentang negeri kesayangannya. Sebuah negeri dimana beribu-ribu misteri terkubur. Beribu-ribu cerita mistik hilir mudik. Negeri kesayangan Tuhan dengan segala isi didalamnya. Ia bercerita kesukaannya saat belajar. Ia bercerita makanan kesukaannya. Ia bercerita tempat kesayangannya. Ia bercerita tentang teman-temannya. Ia bercerita tentang sekolahnya, gurunya, segalanya. Aku seperti terbius masuk kedalam dunianya. Aku selalu suka ceritanya. Seperti menonton sebuah buku, detail tetapi aku tak butuh membacanya. Aku suka semangatnya bercerita kepadaku
Kemudian...
Aku membuka bibirku. Aku ingin bercerita tentang hidupku, agar ia tahu seperti apa aku. Aku sudah menyiapkan berbagai cerita di benakku. Aku sudah mengumpulkan segala semangatku untuk bercerita. Saat setiap kata meluncur dari bibirku, aku menoleh ke arahnya. Ia memandang kosong ke arah lain. Ia tidak mendengarkanku.
-amelia-
-amelia-