Aro melangkah memasuki toko kopi favoritnya. Setiap malam, secangkir besar cokelat panas menemaninya menulis buku yang hampir mencapai “garis mati”. Setelah tersenyum kepada Doni, si barista kenalannya, ia duduk di sudut ruangan. Tempat yang sama, selama satu minggu ini tiap malam ia sambangi. Ia melirik ke arah jam bandul yang telah lepas rantainya, dan tersenyum. Jam itu juga yang selama satu minggu ini menemaninya menunggu seseorang. Tepat pukul delapan malam.
“Masih ada lima menit, sebelum jam delapan tepat,” pikir Aro.
Berarti, dia bisa menambah sedikit cerita pada bukunya. Cokelat panasnya datang, dan langsung ia seruput. Aro mengeluarkan netbook 7 inch warna hitam. Namanya Noir. Sudah satu tahun, Noir bergelantungan di dalam tas punggung yang selalu dibawanya kemana-mana. Empat menit kemudian, ia melirik jam bandulnya lagi.
“Tinggal beberapa puluh detik lagi,” batinnya lagi.
Tepat saat jam bandulnya menunjuk angka delapan, pintu toko kopi berderit kecil. Aro melongokkan kepalanya sambil tersenyum. Seorang wanita melangkah masuk, dan langsung melirik ke sudut ruangan tempat Aro bertengger. Sudah hampir satu minggu pula, ritual itu dilakukannya. Hari pertama, ia bahkan tidak menyadari Aro di sudut itu. Ia memesan secangkir kopi dan duduk di sudut ruangan lainnya, tepat di seberang Aro. Ia mengeluarkan buku kecil hijau disertai pulpen cokelat, dengan grafir nama toko kopi tersebut. Doni si barista, dengan sendirinya mengantarkan kopi pesanan wanita tersebut.
Tak berapa lama, Aro tersenyum, tepat saat si wanita mengangkat cangkir kopinya. Ia melangkah melewati mejanya, sambil memegang jam bandulnya. Sebuah bunga putih, ia ambil dari vas berisi bunga segar yang diganti setiap harinya. Ia mencopot pin rambut salah seorang pengunjung lainnya dengan gampangnya. Ia melangkah menuju meja di wanita. Bunga ia sampirkan di antara buku dan pulpen yang telah disusun sebelumnya. Sementara pin rambut, ia sematkan untuk mengatur rambut-rambut kecil yang berjatuhan dan menutupi wajah si wanita. Setelah tersenyum puas, ia kembali ke mejanya. Kemudian, ia meletakkan jam bandulnya. Si wanita terkerjap melihat bunga putih di mejanya. Ia melirik sekelilingnya, kemudian menjatuhkan pandangan akhirnya pada Aro, yang tersenyum dibalik netbooknya.
-nantidisambunglagi-